Pengertian tanah berdasarkan Pasal 4
Ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
Tentang Undang-Undang Pokok Agraria atau yang biasa disebut UUPA adalah
permukaan bumi. Dalam hukum perdata, berdasarkan sifatnya, tanah dan segala
sesuatu yang melekat atau didirikan di atasnya, atau pohon-pohon dan
tanaman-tanaman yang akarnya menancap dalam tanah atau
buah-buahan di pohon yang belum dipetik, demikian juga barang-barang tambang,
disebutkan adalah sebuah Benda Yang Tidak Bergerak. Pernyataan ini berdasar
pada Pasal 506 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer).
Dalam mengelola sebuah tanah, Negara
berdasarkan UUPA memberikan hak-hak bagi Warga Negaranya maupun Warga Negara
Asing untuk mengelola tanah atas hak-hak tersebut. Adapun hak-hak tersebut
adalah berupa :
1.
Hak
Milik
Pengertian
Hak Milik diatur dalam Pasal 20 Ayat (1) UUPA yaitu merupakan sebuah hak turun
temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah . Akan
tetapi, pengertian “terkuat dan terpenuh” dalam hal ini bukan berarti suatu hak
yang “mutlak” , tak terbatas, dan tidak dapat diganggu gugat. Frasa “Terkuat
dan terpenuh” tersebut bermaksud untuk membedakan Hak ini (Hak Milik) dengan
hak-hak lainya seperti hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, dan
lain-lainya. Selanjutnya “turun-temurun” berarti Hak Milik dapat berlangsung
terus selama pemiliknya masih hidup dan jika pemiliknya meninggal dunia, maka
hak miliknya dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya sepanjang memenuhi syarat
sebagai subjek hak milik (orang cakap menurut hukum dan lain-lain).
Bukti
kepemilikan Hak Milik khususnya Tanah yang memiliki kekuatan pembuktian
ter-kuat adalah sebuah Sertifikat Hak Milik atas Tanah.
2.
Hak
Guna Usaha
Hak guna usaha adalah sebuah hak untuk
mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, dalam jangka waktu
tertentu, guna perusahaan pertanian, perikanan, atau peternakan, selanjutnya
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 menambahkan guna usaha dalam usaha
perkebunan.
Waktu yang diberikan ke orang yang
memiliki Hak Guna Usaha oleh Negara berdasarkan Pasal 29 UUPA adalah selama 25
Tahun dan untuk perusahaan yang memerlukan waktu lebih lama dapat diberikan hak
guna usaha untuk waktu paling lama 35 Tahun.
Namun, dengan diundangkanya Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja waktu yang diberikan bagi orang yang
memiliki Hak Guna Usaha adalah 35 Tahun, juga dapat diperpanjangjangka waktu
pengelolaan paling lama 25 tahun dan dapat juga diperbarui kembali paling lama
35 tahun. Sehingga total jangka waktu pengelola Hak Guna Usaha adalah
selama 95 tahun.
3.
Hak
Guna Bangunan
Hak Guna Bangunan merupakan hak untuk
mendirikan dan mempunyai bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri,
dengan jangka waktu paling lama 30 tahun dan bisa diperpanjang untuk jangka
waktu paling lama 30 tahun dan bisa diperpanjang untuk jangka waktu paling lama
20 tahun.
Status hukum Hak Guna Bangunan yang sudah berakhir masa berlakunya menurut
peraturan perundang-undangan adalah kembali kepada status hukum asal hak atas
tanah tersebut, yakni kembali menjadi tanah negara atau tanah dengan hak-hak
tertentu yang dikuasai oleh subyek hukum pribadi atau badan hukum perdata.Tanah
berstatus Hak Guna Bangunan yang habis masa berlakunya tidak dapat ditingkatkan
menjadi hak milik. Meskipun demikian, dalam peraturanperundang-undangan telah
disediakan dua carayang memungkinkan pemegang Hak Guna Bangunan yang jangka
waktunya berakhir teta pmenjadi pemegang Hak Guna Bangunan, yaitu melalui
perpanjanganhak dan pembaharuan hak. Cara mengajukan permohonan peningkatan
status tanah dari Hak Guna Bangunan yang sudah habis masa berlakunya menjadi
hak milik adalah dengan mengajukan kembali Hak Guna Bangunan yang telah
berakhir masa berlakunya melalui perpanjanganhak atau pembaharuan hak.
4.
Hak
Pakai
Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan
dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau
tanah milik orang lain yang memberi dan kewajiban yang ditentukan dalam
keputusan pemberianya oleh pejabat yang berwenang memberikanya atau dalam
perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau
perjanjian pengelolaan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan
jiwa dan ketentuan UUPA. Penyataan ini berdasarkan Pasal 41 Ayat (1) UUPA.
Kata “menggunakan” dalam Hak Pakai
menunjuk pada pengertian bahwa Hak Pakai digunakan untuk kepentingan mendirikan
bangunan, sedangkan perkataan “memungut hasil” dalam Hak Pakai menunjuk pada
pengertian bahwa Hak Pakai digunakan untuk kepentingan selain mendirikan
bangunan, misalnya pertanian, perikanan, peternakan, dan perkebunan.
5.
Hak
Sewa Untuk Bangunan
Menurut Pasal 44 Ayat (1) UUPA,
seseorang atau suatu Badan Hukum mempunyai hak sewa atas tanah, apabila ia
berhak menggunakan tanah milik orang lain untuk keperluan bangunan, dengan
membayar kepada pemiliknya sejumlah uang sebagai kegiatan “sewa”. Hak sewa untuk
bangunan adalah hak yang dimiliki seseorang atau badan hukum untuk mendirikan
dan mempunyai bangunan di atas Tanah Milik orang lain dengan membayar sejumlah
uang sewa tertentu dan dalam jangka waktu tertentuyang disepakati olehh pemilik
tanah dengan pemegang Hak Sewa Untuk Bangunan.
Dalam Hak Sewa Untuk Bangunan, pemilik
tanah menyerahkan tanahnya dalam keadaan kosong kepada penyewa dengan maksud
agar penyewa dapat mendirikan bangunan diatas tanah tersebut. Bangunan itu
menurut Hukum menjadi pemilik penyewa, kecuali ada perjanjian lain.
Hal ini berbeda dengan Hak Sewa Atas Bangunan (HSAB), yaitu penyewa menyewa bangunan di atas tanah hak orang lain dengan membayar sejumlah uang sewa dan dalam jangka waktu yang tertentu yang disepakai oleh pemilik bangunan dengan penyewa bangunan.
Urip
Santoso. (2012). Hukum
Agraria Kajian Komprehensif. Surabaya: Prenadamedia Group.
EmoticonEmoticon