Rabu, 28 September 2022

Macam-Macam Hak Atas Tanah

 


Pengertian tanah berdasarkan Pasal 4 Ayat 1  Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Undang-Undang Pokok Agraria atau yang biasa disebut UUPA adalah permukaan bumi. Dalam hukum perdata, berdasarkan sifatnya, tanah dan segala sesuatu yang melekat atau didirikan di atasnya, atau pohon-pohon dan tanaman-tanaman yang akarnya menancap dalam tanah atau buah-buahan di pohon yang belum dipetik, demikian juga barang-barang tambang, disebutkan adalah sebuah Benda Yang Tidak Bergerak. Pernyataan ini berdasar pada Pasal 506 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer).

Dalam mengelola sebuah tanah, Negara berdasarkan UUPA memberikan hak-hak bagi Warga Negaranya maupun Warga Negara Asing untuk mengelola tanah atas hak-hak tersebut. Adapun hak-hak tersebut adalah berupa :

1.    Hak Milik

Pengertian Hak Milik diatur dalam Pasal 20 Ayat (1) UUPA yaitu merupakan sebuah hak turun temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah . Akan tetapi, pengertian “terkuat dan terpenuh” dalam hal ini bukan berarti suatu hak yang “mutlak” , tak terbatas, dan tidak dapat diganggu gugat. Frasa “Terkuat dan terpenuh” tersebut bermaksud untuk membedakan Hak ini (Hak Milik) dengan hak-hak lainya seperti hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, dan lain-lainya. Selanjutnya “turun-temurun” berarti Hak Milik dapat berlangsung terus selama pemiliknya masih hidup dan jika pemiliknya meninggal dunia, maka hak miliknya dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya sepanjang memenuhi syarat sebagai subjek hak milik (orang cakap menurut hukum dan lain-lain).

Bukti kepemilikan Hak Milik khususnya Tanah yang memiliki kekuatan pembuktian ter-kuat adalah sebuah Sertifikat Hak Milik atas Tanah.

                     Baca Juga : Perseroan Terbatas (PT) Sebagai Badan Hukum

2.    Hak Guna Usaha

Hak guna usaha adalah sebuah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, dalam jangka waktu tertentu, guna perusahaan pertanian, perikanan, atau peternakan, selanjutnya Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 menambahkan guna usaha dalam usaha perkebunan.

Waktu yang diberikan ke orang yang memiliki Hak Guna Usaha oleh Negara berdasarkan Pasal 29 UUPA adalah selama 25 Tahun dan untuk perusahaan yang memerlukan waktu lebih lama dapat diberikan hak guna usaha untuk waktu paling lama 35 Tahun.

Namun, dengan diundangkanya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja waktu yang diberikan bagi orang yang memiliki Hak Guna Usaha adalah 35 Tahun, juga dapat diperpanjangjangka waktu pengelolaan paling lama 25 tahun dan dapat juga diperbarui kembali paling lama 35 tahun. Sehingga total jangka waktu pengelola Hak Guna Usaha adalah selama 95 tahun.

3.    Hak Guna Bangunan

Hak Guna Bangunan merupakan hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun dan bisa diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 30 tahun dan bisa diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun.

Status hukum Hak Guna Bangunan  yang sudah berakhir masa berlakunya menurut peraturan perundang-undangan adalah kembali kepada status hukum asal hak atas tanah tersebut, yakni kembali menjadi tanah negara atau tanah dengan hak-hak tertentu yang dikuasai oleh subyek hukum pribadi atau badan hukum perdata.Tanah berstatus Hak Guna Bangunan yang habis masa berlakunya tidak dapat ditingkatkan menjadi hak milik. Meskipun demikian, dalam peraturanperundang-undangan telah disediakan dua carayang memungkinkan pemegang Hak Guna Bangunan yang jangka waktunya berakhir teta pmenjadi pemegang Hak Guna Bangunan, yaitu melalui perpanjanganhak dan pembaharuan hak. Cara mengajukan permohonan peningkatan status tanah dari Hak Guna Bangunan yang sudah habis masa berlakunya menjadi hak milik adalah dengan mengajukan kembali Hak Guna Bangunan yang telah berakhir masa berlakunya melalui perpanjanganhak atau pembaharuan hak.

4.    Hak Pakai

Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain yang memberi dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberianya oleh pejabat yang berwenang memberikanya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengelolaan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan UUPA. Penyataan ini berdasarkan Pasal 41 Ayat (1) UUPA.

Kata “menggunakan” dalam Hak Pakai menunjuk pada pengertian bahwa Hak Pakai digunakan untuk kepentingan mendirikan bangunan, sedangkan perkataan “memungut hasil” dalam Hak Pakai menunjuk pada pengertian bahwa Hak Pakai digunakan untuk kepentingan selain mendirikan bangunan, misalnya pertanian, perikanan, peternakan, dan perkebunan.

5.    Hak Sewa Untuk Bangunan

Menurut Pasal 44 Ayat (1) UUPA, seseorang atau suatu Badan Hukum mempunyai hak sewa atas tanah, apabila ia berhak menggunakan tanah milik orang lain untuk keperluan bangunan, dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah uang sebagai kegiatan “sewa”. Hak sewa untuk bangunan adalah hak yang dimiliki seseorang atau badan hukum untuk mendirikan dan mempunyai bangunan di atas Tanah Milik orang lain dengan membayar sejumlah uang sewa tertentu dan dalam jangka waktu tertentuyang disepakati olehh pemilik tanah dengan pemegang Hak Sewa Untuk Bangunan.

     Dalam Hak Sewa Untuk Bangunan, pemilik tanah menyerahkan tanahnya dalam keadaan kosong kepada penyewa dengan maksud agar penyewa dapat mendirikan bangunan diatas tanah tersebut. Bangunan itu menurut Hukum menjadi pemilik penyewa, kecuali ada perjanjian lain.

     Hal ini berbeda dengan Hak Sewa Atas Bangunan (HSAB), yaitu penyewa menyewa bangunan di atas tanah hak orang lain dengan membayar sejumlah uang sewa dan dalam jangka waktu yang tertentu yang disepakai oleh pemilik bangunan dengan penyewa bangunan.


 Urip Santoso. (2012). Hukum Agraria Kajian Komprehensif. Surabaya: Prenadamedia Group.

 



EmoticonEmoticon