Belakangan ini heboh seorang selebriti
yang melakukan Tindakan KDRT terhadap isterinya, yang kemudian si isteri
melaporkan suaminya ke polisi atas tindak pidana KDRT atau Kekerasan Dalam
Rumah Tangga. Singkat kemudian si Isteri yang melapor ini mencabut laporanya (laporan
tindak pidana kdrt) terhadap suaminya itu. Nah, yang menjadi pertanyaan, apakah
boleh mencabut laporan sebuuah tindak pidana ? karena menginat pada umumnya
sebuah tindak pidana sejatinya tidak perlu harus dilakukanya sebuah pelaporan
untuk para aparat penegak hukum memproses lebih lanjut tindak pidana yang
bersangkutan (otomatis). Sehingga dengan tidak harus melapor, berarti laporan
juga (seharusnya) tidak dapat dicabut (ada-tidak adanya pelaporan,
dicabut-tidak dicabutnya laporan, tindak pidana secara otomatis tetap di proses
sebagaimana mestinya).
Baca Juga : Mengenal Nominee Arrangement Sebagai Upaya "Mencurangi" Hukum Penanaman Modal
Untuk mengetahui jawaban dari
pertanyaan “Bolehkah Laporan Tindak Pidana Dicabut ?”, perlu diketahui dalam
Perkara Pidana, ada istilah Delik Biasa dan Delik Aduan. Delik Biasa
adalah Suatu perkara tindak pidana yang dapat di proses tanpa
adanya persetujuan atau laporan dari pihak yang di rugikan (korban). Didalam
delik biasa walaupun korban telah berdamai dengan tersangka, proses hukum tidak
dapat di hentikan proses hukumnya tetap berjalan sampai di pengadilan.
Contohnya adalah pada Pasal 338 tentang pembunuhan atau menghilangkan nyawa
seseorang dan Pasal 362 tentang pencurian. Apabila seseorang melakukan tindak
pidana yang diatur dalam Pasal 338 dan 362, sekalipun antara korban dan/atau keluarga
korban telah berdamai, proses hukum akan tetap berlanjut hingga ke proses
peradilan dingga dikeluarkanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap
(inkracht van gewijsde). Jadi jelas, dalam tindak pidana delik
biasa, tidak dapat mencabut laporan tindak pidana, karena adanya sifat
otomatis dalam penangananya hingga dikeluarkanya putusan pengadilan yang
berkekuatan hukum tetap.
Selanjutnya, Delik aduan adalah suatu delik yang dapat
dituntut dengan membutuhkan atau disyaratkan adanya pengaduan atau pelaporan
dari orang yang dirugikan. Dalam artian apabila tidak ada aduan maka delik itu
tidak dapat dituntut. Teanglah bahwa delik aduan harus didahului dengan
adanya sebuah aduan atau pelaporan agar dapat di proses oleh aparat penegak hukum.
Contoh tindak pidana delik aduan adalah :
1.
Pencemaran nama baik,
2.
pencurian uang orang tua
oleh anggota keluarga
3.
menghilangkan barang milik orang lain
4.
KDRT (bisa delik aduan
bisa delik biasa : Pasal 51 hinggal Pasal 53 UU Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan
Kekerasan dalam Rumah Tangga).
Dalam mengajukan pelaporan atau
pengaduan tindak pidana delik aduan, perlu diingat bahwa delik aduan memiliki
batas waktu pelaporan atau pengaduan. Berdasarkan Pasal 74 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) mengatur bahwa pengaduan hanya boleh diajukan dalam kurun waktu 6 (enam)
bulan apabila berdomisili di Indonesia terhitung sejak orang yang dirugikan
mengetahui adanya suatu peristiwa pidana atau dalam waktu 9 (Sembilan) bulan
apabila berdomisili di luar Indonesia.
Jika Pasal 74 KUHP menjelaskan terkait batas waktu
pengajuan laporan, selanjutnya Pasal 75 KUHP menjelaskan, orang yang telah
mengajukan pengaduan berhak menarik kembali. Yang mana penarikan itu maksimal
tiga bulan (3 Bulan) setelah pengaduannya diajukan.
Jadi untuk pertanyaan “Bolehkah Laporan Tindak Pidana Dicabut ?” jawabanya adalah boleh dan tidak boleh tergantung jenis delik yang mendasari tindak pidana yang bersangkutan, apakah perkara pidana Delik Biasa atau Delik Aduan.
EmoticonEmoticon